Theatrical Poetry Reading “Lalu Aku”
Analisis Pementasan Teater Kosong
Disusun Guna Melengkapi Tugas
Mata Kuliah Telaah Drama
Pengampu : Drs. Albertus Prasodjo, M.Sn
Oleh :
M. Syafii E
C0210041
A. Pendahuluan
1. Pengertian
Teater
Kata Teater berasal dari kata Yunani kuno “theatron” yang
secara harfiah berarti gedung, tempat pertunjukan, stage (panggung),maupun
pusat persembahan. Teater bisa juga diartikan mencakup gedung, pekerja (pemain
dan kru panggung), sekaligus kegiatannya (isi-pentas/peristiwanya). Sementara
itu, ada juga yang mengartikan Teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan,
baik di panggung maupun arena terbuka.
Secara singkat dapatlah diberikan definisi terhadap
Teater yaitu suatu kegiatan berekspresi yang bertolak dari alur cerita. Teater
bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas yang dipertunjukkan dengan menggunakan tubuh sebagai
medium utama, sedangkan dalam proses penciptaannya digunakan unsur gerak,
suara, bunyi dan rupa (wujud) yang disampaikan kepada penonton.
Teater
Kontemporer Indonesia mengalami perkembangan yang sangat membanggakan. Gerakan
ini terus berkembang sejak tahun 80- an sampai saat ini. Konsep dan gaya baru
saling bermunculan. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni teater
dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam unsur pertunjukan yang
lain.
Teater Kosong
adalah salah satu teater kontemporer yang didirikan oleh Radhar Panca Dahana
sekitar seperempat abad yang lalu. Teater ini memang tidak selalu menampilkan
pentas-pentas teater dalam pengertian drama yang menggunakan naskah
konvensional, tetapi juga memanggunggkannya secara teatrikal karya-karya fiksi
pendiri dan sutradaranya, Radhar, baik yang prosa maupun puisi. Seiring waktu,
pertunjukkan yang berdasar pada karya-karya fiksinya terus berlanjut, saat ia
menerbitkan buku-buku kumpulan puisi atau cerpennya, seperti Lalu Waktu, Masa
Depan Kesunyian (cerpen), Lalu Batu dan yang paling terbaru yang akan di ulas
disini adalah “Lalu Aku”.
Setelah
pertunjukkan terakhirnya, Republik Reptil yang diselenggarakan di Jakarta,
Jogja dan Surabaya pada Tahun 2010 lalu, yang sedikit mengisahkan tentang
korupsi para petinggi-petinggi pemerintah, institusi, penegak hokum, dan
lembaga-lembaga Negara lainnya, kali ini Radhar Panca Dahana dan teater kosong
kembali mengagungkan karya terbarunya, yaitu “Lalu Aku”.
Pertunjukkan
ini merupakan sebuah Theatrical Poetry Reading dari kumpulan puisi terbaru
Radhar dengan judul yang sama. Sebuah tradisi pertunjukkan yang selalu
dilakukan Radhar untuk mengiringi penerbitan buku puisinya, sejak kumpulan
pertama, Simfoni DuaPuluh tahun 1985. Semuanya ditujukan bagi pengakraban puisi
pada masyarakat dengan bentuk yang lebih berwarna dan menghibur, serta
penafsiran yang merangsang makna lebih dalam dan akan di ulas analisis di bawah
ini.
A. Analisis
Isi pementasan “Lalu Aku”
Teater Kosong
Theatrical Poetry Reading “Lalu Aku”
Karya dan Sutradara : Radhar Panca Dahana
Pembaca
puisi : Glenn Fredly, Olivia Zalianty, Putri Bastama, Meritz Hindra, Lisza
Syahtiani, Radhar Panca Dahana
Penata
Musik : Arafat Ensemble
Penata
Busana : Samuel Wattimena
Penata
Wajah : Yudari
Penata
lampu & Artistik : Aidil Usman
Konsultan
Koreografi : Jecko Siompo
1. Suara-intonasi
Kedua unsur ini berkaitan dengan pengujaran,
yaitu cara berujar para pemain. Konvensi tester modem Indonesia agaknya
menghendaki agar pemain mengartikulasikan ujaran dengan sangat jelas, lambat
tetapi keras sehingga sering berkesan dibuat-buat. Hal itu berpengaruh pada
dialog yang kadang lebih berkesan sebagai monolog.
Cara berujar meliputi juga tinggi rendahnya
nada suara serta intensitas volume suara dan intonasi. Konvensi tersebut harus
pula dikenal penonton yang menafsirkan pesan yang ingin disampaikan tokoh
selain merangkaikannya dengan 'cerita'.
Dalam pementasan “Lalu Aku” tersebut, suara
dan intonasi pembacaan puisi yang diucapkan dengan menggunakan microfon ketika
pementasannya terdengar samar-samar, suara tersebut dari kejauhan, terutama
dari lantai atas terdengar tidak jelas apa yang diucapkan. Hal itu juga
terlihat saat Radhar memerankan joke-nya, ketika dia memberikan ucapan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu ikut terselenggaranya
pementasan tersebut dan mulai menghidupkan sebatang rokok. Dengan demikian, apa
yang disajikan dibalik kumpulan puisi Radhar kurang tersampaikan dengan baik
kepada penonton.
2. Mimik-tingkahan-gerak
Unsur yang masih berkaitan dengan pemain ini
jua tunduk pada konvensi teater. Ketiganya juga sangat berkaitan dengan
pengujaran, karena dapat menyertai cakapan, melanjuti atau mendahului ujaran
atau sebaliknya menyanggah ujaran. Selain itu, mimik, tingkahan atau gerak yang
dilakukan tanpa ujaran juga 'dibaca' sebagai sebuah kata, kalimat, atau wacana.
Sebagai contoh, gerakan menunjuk yang
menyertai ujaran "Itu" berfungsi menekankan ujaran dan bersifat
berlebihan. Efek jenaka dapat timbul bila gerak berlebihan, seperti tindakan
tokoh yang melompat-lompat dan menimbulkan bahan tertawaan bagi penontonnya.
Dengan demikian, secara keseluruhan pementasan, mimik-tingkahan-gerak yang
dipertunjukkan sudah terkesan baik.
3. Rias wajah-rambut dan kostum
Dalam pementasan Lalu Aku ini, tat arias
wajah diampu oleh mbak Yudaria. Tata rias tokoh-tokoh tersebut terlihat
mengesankan dan sedap dipandang. Dalam artian tat rias wajah dan rambut sudah
sesuai dengan apa yang diperankan.
Dalam tata busana, diampu oleh Samuel
Wattimena. Masyarakat mengenal sosok Samuel sebagai fashion designer dan piñata
busana film yang penuh dengan kehidupan glamour. Tetapi dalam pementasan ini,
tokoh-tokoh cenderung mengenakan kostum yang tidak berkesan glamour, hanya
terkesan warna-warni dan terlihat mengesankan.
4. Tata cahaya
Beralih dari segi pemain, kita sekarang
menengok unsur-unsur yang lebih berkaitan dengan ruang panggung. Dari urusan
tata cahaya, pementasan ini ditangani oleh Mohammad Aidil Usman, lelaki macho
berdarah minang yang sangat peka pada rasa keadilan. Dalam pementasan itu juga,
terkesan warna yang kadar gelap dan terang diterapkan berimbang. Hingga
terciptanya ramuan tata cahaya yang selaras, harmonis dan estetis ketika
pembacaan puisi berlangsung.
5. Musik - Bunyi-Bunyian
Dalam pementasan tersebut, iringan musik
ditangani oleh Yaser Arafat, seorang lulusan STSI Padangpanjang. Bunyi-bunyian
semua dikuasai olehnya. Efek bunyi dan musik yang membawakan suasana lakon
telah lahir bersama dengan kelahiran teater itu sendiri. Sejak bunyi genderang
manusia primitif hingga jalur suara dari film mutakhir, unsur-unsur auditif ini
telah memberikan sumbangan yang banyak demi terciptanya suasana kreatif pada
lakon.
Apabila kita perhatikan naskah-naskah cerita
drama, baik yang kuno maupun yang baru, niscaya kita jumpai catatan
petunjuk-petunjuk tata bunyi seperti misalnya bunyi musik perlahan-lahan, bunyi
terompet yang keras, tembakan gencar, bunyi hujan diriingi guruh, suara azan
sayup-sayup, anjing menggonggong, suara tangis bayi, dan masih banyak lagi
contoh yang bisa kita kemukakan. Bunyi-bunyian itu mengiringi adegan sedih,
suasana meriah, peristiwa cinta kasih, dan peristiwa kejutan yang mengerikan di
dalam lakon.
Harus diingat bahwa bunyi-bunyian itu
bertujuan untuk menghidupkan secara kreatif suasana lakon, tidak sebaliknya.
Banyak sekali kita melihat latar belakang musik pada sebuah pementasan
dipilih-disusun tanpa mempelajari tema naskah, tahap pengetahuan elementer
perihal musik, dan dibunyikan pada momen-momen yang kurang tepat atau terlalu
keras.
B. Penutup
Pertunjukkan ini mengetengahkan tidak kurang dari 18
puisi-puisi terbaru karya Radhar Panca Dahana, yang terkumpul dalam buku “Lalu
Aku”, diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama, Juli 2011, bersamaan
dengan pentas atau pemanggungannya Lalu Aku ini.
Dalam pementasan, Puisi-puisi tersebut dibawakan dalam
bentuk pembacaan dramatik (dramatic reading), yakni sebuah model pembacaan yang
menggunakan kekuatan-kekuatan artistic seni teater, dimainkan oleh aktor-aktor
teater Kosong. Dengan bentuk pemanggungan ini, puisi akan tampil dalam bentuk
lain, dengan simbolisme yang lebih kaya, indah dan entertaining. Pemahaman pada
kata-kata pun akan menjadi lebih kuat sehingga makna yang didapat pun lebih
dalam.
Dalam pentas dramatik yang dipenuhi kekuatan visual,
karakter, koor, dan koreografi ini, puisi-puisi Radhar juga tampil dalam bentuk
yang melodius. Dibawakan dengan cara yang khas oleh para penyanyi yang
tergolong terbaik dalam jenisnya, seperti Iwa K, Yockie Suryoprayogo dan Glenn
Fredly.
Sebagai pendukung kekuatan artistik teatrikalnya, pentas
ini juga didukung oleh peñata-penata artistik yang mumpuni dalam bidangnya,
seperti Jecko Siompo dalam koreografi, Samuel Wattimena dalam tata busana, dan
Jalu G Pratidina (music score). Dengan demikian, pentas pertunjukkan teatrikal
baca puisi “Lalu Aku” menjadi bentuk lain atau alternatif dari model-model
pembacaan puisi yang sudah lama dikenal di negeri ini. Lebih menghibur dan
lebih bermakna dalam penyajiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar