Rabu, 01 Januari 2014

Ekranisasi dari Novel ke Film "Menebus Impian"



A. Pengantar

Sastra adalah produk dan fenomena sosial budaya yang bermediumkan bahasa. Bahasa yang dipergunakan secara istimewa dalam ciptaan sastra, pada hakikatnya, dalam rangka fungsi sastra berperan sebagai sarana komunikasi. Dengan memperlihatkan teori informasi yang dikemukakan oleh Eco (1976), yang cenderung memperlihatkan gejala reduksi dan penyusutan yang terkandung dalam informasi, maka gejala pemanupulasian bahasa pada hakikatnya dalam rangka mewujudkan sastra sebagai sarana komunikasi yang maksimal. Dalam kondisi informasi demikian, sastra merupakan alat komunikasi yang padat informasi. Ia menjadi alat transmisi yang paling ekonomis dan paling kompak, alat yang mempunyai kemampuan menyampaikan informasi yang tidak dimiliki oleh alat lain (Lotman, 1972). Dalam komunikasi sastra, sifat sastra yang penting adalah mampu menyampaikan informasi yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula. Faktor pembaca sebagai pihak yang dituju oleh informasi yang disampaikan oleh sastra dan proses pembacaannya menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam berbicara tentang sastra. Dengan demikian, sastra terwujud sebagai sarana komunikasi, yaitu komunikasi dengan penikmatnya, atau pembacanya.

Dalam hubungan dengan “masyarakat sastra Indonesia”, istilah “sastra” dipahami sebagai satu sistem yang terbaca pada ciptaan-ciptaan yang oleh masyarakat Indonesia dikategorikan sebagai produk sastra. Pernyataan ini tentu saja dilatari oleh satu konsep tentang sastra yang hidup dalam masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat sastranya. Dengan pandangan ini, yang menjadi sasaran pembicaraan di sini adalah karya-karya sastra Indonesia, yaitu karya-karya sastra berbahasa Indonesia yang tercipta dari berbagai macam latar penciptaan, baik dari segi tempat, waktu maupun sosio-budaya. Dari latar penciptaan karya-karya sastra Indonesia dapat dilihat dari bentuk mula dan transformasinya[1] di dalam kesusastraan Indonesia (lihat Chamamah, 2003: 9 – 12).

Dalam menciptakan karya, adaptasi sering dilakukan oleh para seniman, seperti  dari puisi ke dalam musik, cerpen ke dalam komik, dari novel ke dalam film, ataupun sebaliknya. Proses ini dilakukan karena novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat tidak merasa asing lagi terhadap kehadiran ceritanya yang nantinya diharapkan akan dapat mendukung aspek komersial. Selain itu, ada juga yang menitikberatkan pada ide cerita yang dianggap bagus. Sementara untuk penulis skenario, proses adaptasi cukup membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film. Dalam hal ini sastra dijadikan sebagai sumber dan bertitik tolak dari karya tersebut (Hadiansyah, 2006: 1).
        Menebus Impian merupakan film drama dari Indonesia yang dirilis pada 15 April 2010. Inilah film bertemakan bisnis MLM (Multi Level Marketing) yang dilayar-lebarkan khusus untuk pencinta film Indonesia, dan baru kali ini MLM menjadi tema utama sebuah film dengan sutradara yang jam terbangnya sudah diakui banyak pihak, Hanung Bramantyo. Bagi Hanung komunitas MLM memiliki potensi sangat besar menjadi pasar film Indonesia.
Film Menembus Impian
      Tigapuluh persen masyarakat di Indonesia terlibat MLM. Artinya, mereka memiliki keterlibatan secara emosional bagaimana dirinya melakukan bisnis dengan cara ‘membelah’ diri dengan multilevel,” cetus Hanung.
      Hanung Bramantyo sang sutradara yang membesut film ini bercerita, cukup banyak kendala yang dihadapi saat menggarap film ini. Hal ini terkait pandangan miring masyarakat terhadap bisnis yang mengandalkan kepiawaian berbicara ini. Kendala pertama yang ditemui Hanung adalah kesukaran mencari penulis yang mampu dan mau menggarap skenarionya. Sekian penulis skenario yang ditawari menggarap naskah film ini menolak lantaran tak sanggup, sebelum akhirnya Titin Watimena berhasil menulis naskah skenarionya.
      Proses pengambilan gambarnya sendiri cukup cepat, kurang dari tiga minggu pada November tahun lalu. Yang cukup memakan banyak waktu adalah desain konsep, menulis skenario, dan beberapa hal di pra-produksi. Dalam tahap desain konsep dan skenario, Titin Watimena butuh waktu sampai 6 bulan. Dengan dibantu Hanung, draf skenario berubah sampai 9 kali, untuk mencapai sempurna.
      Hanung pun melakukan sendiri riset untuk keperluan film ini. "Saya banyak melakukan konsultasi dengan orang-orang MLM (Multi Level Marketing). Ini tidak sulit karena kebetulan saya punya teman baik sejak kecil yang terjun dan sukses di bisnis MLM," kata Hanung. Tak hanya Hanung yang melakukan riset tapi termasuk penata lampu, juru kamera sampai penata kostum.
     Untuk lokasi pengambilan gambar, dipilih daerah permukiman padat Perkampungan Raden Saleh, Cikini serta daerah Taman Buah Mekar Sari, Cileungsi, Bogor. Dan karena banyak adegan diambil di gang-gang sempit, Hanung menggunakan dua kamera yang ukurannya lebih kecil sehingga sangat fleksibel, memungkinkan untuk bergerak lebih dinamis.
     Tantangan lain yang harus dihadapi Hanung dalam pembuatan film ini adalah saat itu sedang musim hujan, yang disiasati Hanung dengan memanfaatkannya untuk mendukung unsur drama dalam film yang diproduksi dengan kerja sama dengan sebuah organisasi MLM ini. Sebagai contoh pada adegan di rumah sakit, efek murung semakin kuat didukung langit yang mendung. "Kekuatan film ini memang di drama-nya," ujar Wiwid Setya, anggota tim produser yang sebelumnya menangani film Opera Jawa (2006), Ayat-Ayat Cinta (2008), Tarix Jabrix (2008).
Di segi kostum, Retno Ratih Damayanti, penata kostum film ini, memilih mencari kostum di Pasar Senen untuk film bersetting permukiman miskin dan padat ini. "Saya membeli baju-baju bekas di Senen untuk keperluan kostum pemain.", kata Retno yang juga pernah menangani kostum untuk film Opera Jawa, Ayat-Ayat Cinta, Tarix Jabrix. Dari hal inilah paling tidak telah menunjukkan bahwa Film Menebus Impian menarik untuk dikaji karena telah mendapat sambutan dari berbagai kalangan di Indonesia.

Tulisan ini dibatasi pada pembicaraan tentang adaptasi cerpen ke dalam bentuk film saja dengan pembahasan yang lebih sempit. Hal ini mengingat aspek yang ada dalam cerpen dan film baik sebagai sistem sastra maupun film cukup luas. Tulisan ini hanya difokuskan pada aspek tokoh dan penokohan dalam mendukung alur cerita baik dalam cerpen maupun filmnya.

B. Kerangka Teori
1. Ekranisasi
Proses adaptasi dari suatu genre sastra ke bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Istilah ini sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Prancis, écran yang berarti ‘layar’. Eneste (1991: 60) mengistilahkan bahwa ekranisasi adalah suatu proses pelayar-putihan atau pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke dalam film. Eneste juga menyebutkan bahwa pemindahan dari novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh karena itu, ekranisasi juga bisa disebut sebagai proses perubahan—bisa mengalami penciutan, penambahan (perluasan), dan perubahan dengan sejumlah variasi.

Dalam istilah yang lain, Damono (2005: 96) menyebutnya dengan istilah alih wahana. Istilah ini hakikatnya memiliki cakupan yang lebih luas dari ekranisasi. Lebih lanjut, Damono menjelaskan bahwa alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke dalam jenis kesenian lain. Alih wahana yang di maksudkan di sini tentu saja berbeda dengan terjemahan. Terjemahan atau penerjemahan adalah pengalihan karya sastra dari satu bahasa ke bahasa yang lain, sedangkan alih wahana adalah pengubahan karya sastra atau kesenian menjadi jenis kesenian lain. Damono mencontohkan cerita rekaan diubah menjadi tari, drama, atau film. Alih wahana juga dapat dilakukan dari film ke novel, atau bahkan puisi yang lahir dari lukisan atau lagu dan sebaliknya. Lebih lanjut disebutkan bahwa di dalam alih wahana akan terjadi perubahan. Dengan kata lain, akan tampak perbedaan antara karya yang satu dan karya hasil alih wahana tersebut. Alih wahana novel ke film misalnya, tokoh, latar, alur, dialog, dan lain-lain harus diubah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keperluan jenis kesenian lain (Damono, 2005: 98).

Perbedaan wahana atau media secara langsung akan mempengaruhi cara penyajian cerita, bentuk penyajian cerita. Selain masalah keterbatasan (limit) yang dimiliki oleh masing-masing media (seperti dijelaskan oleh Bluestone, 1957: 1), masalah proses resepsi, pembacaan, penulis skenario atau sutradara terhadap karya tersebut juga akan berpengaruh terhadap kehadiran karya adaptasi. Karena resepsi tidak dapat lepas dari interpretasi. Dalam proses tersebut, kompleksitas permasalahan ideologi dan tujuan-tujuan, intensi, pesan, misi, dan keinginan penulis skenario, sutradara ataupun produser sangat dipengaruhi oleh jiwa zaman, fenomena sosial yang berkembang, kultural, dan sosial masyarakatnya.

2. Kreativitas
2.1. Antara Potensi dan Keterbatasan
Setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk menyikapi proses alih wahana tersebut jelas diperlukan upaya-upaya kreatif agar karya tersebut mampu diterima dengan baik oleh audiennya. Dalam konteks alih wahana sastra (cerpen – novel) ke film, setidaknya ada dua langkah yang dapat ditempuh, yaitu penciutan dan perluasan (Eneste, 1991: 61 – 64). Dengan penciutan jelas bahwa tidak semua hal yang diungkapkan dalam novel akan ditampilkan sepenuhnya dalam film. Adapun perluasan (penambahan) dilakukan dengan alasan kepentingan relevansi cerita (logika film) secara keseluruhan atau karena berbagai alasan lain.

Lebih lanjut, hal ini dijelaskan Lutters (2004: 47 – 48) bahwa atas nama kepentingan relevansi cerita (logika film), pembuatan skenario yang berasal dari karya-karya sastra (cerpen – cerber – roman – novel) tidak mungkin 100% mengikuti alur cerita aslinya. Karena, skenario dapat saja memulai cerita dimulai dari bagian tengah atau bahkan dari belakang. Hal ini sangat dimungkinkan, dengan harapan dapat memancing penonton untuk tetap mengikuti kelanjutan cerita. Batas-batas untuk lebih mengeksplorasi ide cerita menjadi sebuah skenario film adalah kemungkinan dan kelemahannya untuk dapat diwujudkan secara visual. Tidak semua cerita dapat menarik perhatian orang untuk mengikutinya. Maka tidaklah mengherankan jika kemudian banyak film yang tidak laku di pasaran, walaupun telah menawarkan artis terkenal sebagai pemeran tokohnya (Widagdo dan Winastwan, 2004: 19).

Terkait dengan hal ini Eneste (1991: 64) menegaskan bahwa beberapa alasan atau kemungkinan tentunya pada kasus tersebut: pertama, anggapan bahwa adegan maupun tokoh tertentu dalam karya sastra tersebut tidak diperlukan atau tidak penting ditampilkan dalam film atau alasan kedua, sebaliknya jika dihadirkan dalam film justru dianggap mengganggu. Ketiga, adanya keterbatasan teknis film, bahwa tidak semua bagian adegan atau cerita dalam karya sastra dapat dihadirkan di dalam film. Keempat, adalah alasan penonton atau audiens, hal ini juga berkaitan dengan persoalan durasi waktu

Pada tahap berikutnya, skenario tersebut masih harus melewati proses resepsi sutradara dalam proses produksi. Terkadang ada sutradara yang senang dengan penggunaan detail istilah-istilah baku dalam penulisan skenario, akan tetapi ada juga sutradara yang justru merasa terganggu karena kreativitasnya dibatasi oleh skenario tersebut. Atau ada juga, penulis skenario yang mungkin tidak begitu mengerti proses pembuatan film sehingga dengan asal-asalan dia menggunakan istilah-istilah tersebut (Asura, 2005: 92). Sebelum pengambilan gambar pada tahap produksi, orang pertama yang mengetahui rencana hasil jadinya sebuah karya film adalah sutradara. Seorang sutradara menggelar theatre of mind yang dimilikinya untuk melatih pengucapan dialog para talent-nya pada tahap reading. Sang sutradara pun mengolah skenario, mempelajarinya dan jika perlu melakukan rewriting terhadap dialog atau action yang ada, mungkin pula menambahkan icon setting untuk memperkuat dan mengoptimalkan kualitas visualisasinya. Dalam proses inilah dituntut kreativitas, kejelian, ketelitian, kepekaan terhadap karakter penonton dan sentuhan citra rasa seni sehingga mampu mengangkat kekhasan karya filmnya (Widagdo dan Winastwan, 2004: 28, 41).

Dengan demikian, skenario bukanlah karya sastra yang menjadi hasil akhir sebuah karya seni. Skenario merupakan bahan baku dasar sebagai blue print kerja produksi. Oleh karena itu, gaya penyampaian dalam skenario menggunakan bahasa filmis. Satu hal yang membuat skenario tampak hidup yaitu adanya konflik. Jika skenario tidak ada unsur konfliknya, maka yang terjadi terlihat seperti visualisasi buku harian. Skenario yang baik adalah yang mempunyai acuan struktur tangga dramatik, adegan yang proporsional dan penyampaian alur peristiwa secara runtut (Widagdo dan Winastwan, 2004: 17, 28)
C. Pembahasan
         Secara keseluruhan cerita yang diangkat ke layar lebar nyaris utuh, sama dengan cerpennya. Tidak banyak perubahan yang terjadi, kalaupun ada, sifatnya hanya penambahan-penambahan terhadap tuntutan detil yang logis.
1. Nur
         Seperti kita ketahui, tokoh Nur ini baik dalam film maupun novel adalah sebagai tokoh utama. Fungsi tokoh Nur dihadirkan menunjukkan seorang gadis yang sangat sayang kepada ibunya. Hal ini terlihat dalam film bahwa Nur mempunyai kemauan yang kuat untuk membahagiakan ibunya. Hal itu juga tergambar dalam novel. Tokoh Nur menggambarkan seorang gadis yang sangat sederhana, impian dia sebenarnya tidak terlalu tinggi, hanya saja dia ingin menebus impian Sekar ibunya. Yaitu ibunya menginginkan Nur menjadi seorang yang sukses dan berharap mimpi untuk mempunyai istana di waktu dia kecil bermain-main dengan tanah liat menjadi kenyataan. Hal itu mengandung pesan bahwa kekuatan mimpi sesungguhnya luar biasa. Ketika kita berani bermimpi dengan keyakinan yang kuat, maka suatu saat mimpi itu pasti akan terwujud.

         Digambarkan pula, Nur memiliki karakter yang pantang menyerah. Demi mewujudkan impiannya, dia rela menerima hinaan-hinaan dari orang-orang di sekitarnya. Selain itu, Nur juga memiliki karakter sebagai sosok yang pemberani. Ini dibuktikan ketika dia berhasil mengejar perampok yang mencoba kabur setelah merampok dari warnet tempat Adul dan Robin bekerja.
Sifat yang terlihat lainnya adalah karakter kejudesannya dalam menanggapi Dian yang sok kenal itu banyak memberinya khutbah ketika baru beberapa menit bertemu.
        
         Dari segi penokohan, Tokoh Nur dalam cerita ini diperankan oleh artis terkenal Acha Septriasa dan mengingat raut muka Acha yang terlihat polos sehingga sangat cocok sekali dengan peran yang ia bawakan.

         Dalam perjalanannya, Dia dipertemukan dengan Dian, seorang pelaku MLM yang sudah berlevel tinggi. Karena sifat ketidakputus-asaan Dian dalam membuktikannya kepada Nur, akhirnya Nur termakan juga oleh pengaruh seorang Dian. Dan setelah mengalami proses yang begitu hebat, Nur pun dapat mewujudkan impian-impiannya.
         Di ending cerita dalam novel diceritakan, Nur akhirnya menikah dengan Dian dan hidup bahagia. Pernikahan itu bertepatan dengan diperingatinya hari kartini (21 April). Tetapi dalam film hanya di ceritakan sampai Nur mempersembahkan istana megah kepada ibunya tercinta.

2. Sekar
         Sekar di sini di jelaskan dalam film, dia fungsinya hanya sebagai pemeran pembantu dari tokoh utama. Tokoh Sekar ini dalam film hanya diceritakan bahwa dia ketika tidur bermimpi tentang masa lalunya dimana dia sedang ikut di tempat bekerja ibunya yang bekerja sebagai buruh pembuat keramik dari tanah liat dan dia menggunakan tanah liat itu milik majikannya itu untuk membuat istana. Sedang dalam novel di ceritakan panjang lebar masa lalunya dia dari Nur kecil yang mana dulu hidup di desa hingga dia pergi meninggalkan desa dan merantau ke kota dengan mencari nafkah sebagai buruh laundry.

         Di samping itu, tokoh Sekar dalam film diperlihatkan bahwa dia berambut pendek. Hal ini sangat bertolak belakang dengan gambaran yang ada di dalam novel bahwa dia tengah berambut panjang. Tak hanya itu, dalam novel pun di hadirkan tokoh Pak Lik Minto yang banyak membantu Sekar dalam kehidupannya ketika dia baru sampai di kota pertama kali. Pak Lik Minto ini diceritakan bahwa dia adalah adik kandung dari Susilo “tokoh novel” (ayah kandung Sekar) yang telah sukses hidupnya di kota. Namun hal ini tidak terdapat dalam film.

         Di saat Sekar tengah sakit di rumah sakit, seperti terlihat dalam film bahwa hasil analisa dokter diputuskan bahwa Sekar menderita penyakit tumor di kepalanya. Akan tetapi dalam novel dijelaskan di situ bahwa Sekar bukan menderita penyakit tumor, melainkan penyakit kelenjar getah bening. Hal itu sangat berbeda sekali.

3. Dian
         Tokoh dian di sini dihadirkan dalam rangka sebagai penguat karakter tokoh utama. Dian dijelaskan dalam novel sebagai sosok yang banyak bercanda dalam dialognya. Ini menunjukkan tokoh Dian yang seorang network-marketing seharusnya tidak bersikap demikian, karena seorang network-marketing adalah seseorang yang dinilai orang dari cara bicaranya dan memang network-marketing adalah bagaimana bisa memprospek orang dengan kewibawaannya dalam berbicara agar bisa berpengaruh terhadap orang yang tengah diprospeknya. Untuk penokohan Dian di dalam film, sosok Dian yang diperankan oleh Fedi Nuril memang bisa dibilang sesuai dengan peran yang dibawakan.

          Diceritakan pula, tokoh Dian mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai pembelok cerita. Dikatakan demikan karena secara keseluruhan film menceritakan tentang perjuangan seorang permpuan dalam memilih takdir hidupnya sendiri, namun tokoh Dian ini menghadirkan sisi romantisme.

4. Pak Madrim
          Sebuah film tidak akan menarik tanpa tokoh humoris di dalamnya, itulah mengapa sang sutradara menambahkan tokoh ini. Fungsi lain dari tokoh ini adalah sebagai perantara antara tokoh utama dengan Dian. Pak Madrim adalah penggambaran sosok masyarakat kecil yang mempunyai kehidupan yang sederhana. Dalam film tidak ada perbedaan dengan tokoh yang terdapat dalam novelnya. Dalam novel pula, diceritakan tokoh ini mempunyai anak 3. Salah satunya adalah buyung, yang mana dalam film dia lebih diceritakan sebagai pembantu di warung Pak Madrim.

5. Bu Madrim
         Tokoh bu Madrim di sini adalah pendukung dari tokoh Pak Madrim dimana memperkuat kesan sederhana pada keluarga Pak Madrim. Bu Madrim ini adalah sosok yang baik hati. Dia banyak menolong pada keluarga Nur.

6. Adul dan Robin
         Tokoh adul dan robin adalah sahabat Nur. Tokoh difungsikan sebagai tokoh pendukung tokoh utama yang mempertemukan Nur dengan Pak Fuad, seorang rentenir. Tokoh robin di sini baik dalam film dan novel juga sebagai pemicu konflik. Ini terlihat ketika semua jaringan dalam bisnis Nur dihasutnya untuk pindah mengikuti bisnis Robin. Akhirnya, Nur melabrak dia dan memaki-maki dia. Sedang untuk tokoh Adul, dialah yang member alamat kepada Nur dimana rumah Pak Fuad ketika tokoh Nur sedang berada dalam kesulitan. Yang maksudnya adalah untuk meminjam uang.

7. Pak Fuad
         Tokoh ini menjadi bagian dari konflik yang dialami tokoh utama. Di dalm film diceritakan Pak fuad adalah pemilik warnet tempat Adul dan Robin bekerja. Konflik muncul ketika Nur tidak bisa mengembalikan hutang dari Pak Fuad, sehingga Pak Fuad memberikan dispensasi waktu jatuh tempo asalkan dia mau menuruti hawa nafsunya.
Selain itu, diceritakan dalam novel bahwa kejadian Nur akan diperkosa oleh Pak Fuad terjadi di ruangan di dalam warnet dimana Pak Fuad sedang menghitung uang hasil usaha warnetnya. Ruangan itu pula yang digunakan oleh Pak Fuad ketika dia pulang dengan membawa perempuan-perempuannya dari bar. Akan tetapi, dalam film diceritakan bahwa kejadian Nur akan diperkosa terjadi di dalam rumahnya.

8. Mbak Susi
Tokoh ini difungsikan sebagai :
 1. Tempat curhat Nur
Sehingga di dalam film dapat memunculkan konflik pada diri Nur. Maksudnya jika tokoh mbak Susi tidak dihadirkan dalam film ini, maka konflik yang ada pada diri nur tidak bisa dimunculkan.
 2. Penggambaran kehidupan bebas di daerah perkotaan pada jaman sekarang.
    Digambarkan dalam film dan novel, Mbak Susi bekerja di bar.

D. Penutup
Secara keseluruhan novel Menebus Impianhanya mengalami penambahan-penambahan untuk menambah menariknya cerita itu, karena memang novel dibuat setelah film itu selesai pembuatannya. Dalam novel mengalami penambahan-penambahan tokoh yang lebih banyak di munculkan. Semisal ketika Nur membayar biaya kuliah di loket kampus, di situ muncul tokoh Mbak Lusi yang sering Nur berhutang uang padanya. Pada Sekar ibunya, diceritakan di situ tentang masa lalunya, kehidupannya dulu serta kehidupan Marni (Ibu Sekar) yang tengah menikah dua kali. Selain itu, Ada tokoh Susilo (ayah kandung Sekar yang meninggal karena dia tertimbun lelongsoran tanah galian. Di sisi Nur, terdapat pula dimunculkan di situ tokoh Rohmat yang selalu member dorongan dan motivasi kepada Nur. Di bagian ending cerita, di situ digambarkan ending yang indah dengan bahagianya Nur dan ibunya sehingga penonton merasa puas dengan apa yang disaksikannya.

Inilah film yang di tunggu oleh jutaan orang di Indonesia untuk bangkit dari keterpurukannya dan berani untuk menjemput impiannya. Film ini akan menjadi energi bagi orang-orang untuk berjuang menuju kesuksesannya.







Lampiran
Event pada film Menebus Impian.
1. Opening : Sekar bermain tanah liat
    a. Pak Gendut memanggil Marni.
    b. Marni datang.
    c. Marni menyeret Sekar dengan paksa untuk meninggalkan tempat itu.
    d. Sekar masih kembali lagi untuk mengambil istana dari tanah liatnya.
    e. Marni dengan sangat marah membanting istana tanah liat Sekar.
2. Sekar terbangun dari mimpi masa kecilnya itu.
    a. Sekar bangun
    b. Sekar memandangi foto istana di depan cermin kamarnya.
    c. Sekar keluar rumah.
    d. Di luar rumah, Sekar memandangi tetangganya perempuannya sedang bertengkar dengan suaminya.
    e. Sekar kembali ke dalam rumah merapikan pakaian-pakaian laundry yang telah selesai.
3. Nur datang memanggil-manggil sekar ibunya.
    a. Nur menyerahkan sabun cuci.
    b. Ibunya menyuruh Nur untuk mengantarkan laundry annya yang sudah jadi ke kamar kos-kosan depan.
    c. Sekar pergi naik ke tempat jemuran untuk menjemur pakaian laundry nya yang belum kering.
    d. Nur ikut naik ke tempat jemuran di atas rumahnya untuk membantu mengemasi jemuran yang sudah kering.
    e. Sekar menanyakan kepada Nur apakah uang kuliah tadi sudah dibayarkan?
    f. Nur dengan ragu-ragu menjawab sudah.
    g. Nur menanyakan kepada ibunya bagaimana Nur kuliah sambil kerja?
    h. Sekar tidak memperbolehkan Nur untuk mikirin kerja.
    i. Sekar ibunya menyuruh Nur untuk fokus pada kuliahnya.
    h. Sekar ibunya berharap Nur cepat lulus kuliah dan dapat kerjaan.
    j. Sekar ibunya juga berharap agar Nur jadi orang sukses.
4. Nur mengantarkan pakaian hasil laundry nya ke tempat warung Pak Madrim.
    a. Pak Madrim menawarkan minuman buatan Buyung anaknya yang baru.
    b. Nur mengiyakan.
    c. Pak Madrim menyuruh buyung membuatkan Nur es bulan Madu.
    d. Nur sekilas melihat seorang laki-laki asing di warung Pak Madrim yang berpakaian rapi.
    e. Nur bertanya kepada Pak Madrim siapa laki-laki itu.
    f. Pak Madrim menjawab bahwa laki-laki itu adalah cowok kampong sebelah.
    g. Buyung datang dengan membawa es bulan madu.
    h. Nur mencobanya.
    i. Nur mengatakan bahwa e situ enak sekali.
    j. Nur mengatakan pada Pak Madrim bahwa dia mau mencari kerja dengan suara keras.
    k. Lelaki itu tak sengaja mendengarnya.
5. Nur ke loket kampus untuk membayar uang kuliah.
    a. Petugas loket mengingatkan bahwa uang Nur yang dibayarkan kurang.
    b. Petugas loket mengingatkan lagi bahwa uang semesteran sudah diumumkan naik.
    c. Nur meminta dispensasi kepada petugas loket.
    d. Petugas loket tidak menuruti keinginannya.
    e. Petugas loket menembalikan uang Nur.
6. Nur termenung di dalam kamar dengan pikiran berat.
    a. Di luar kamar Mbak Susi berbincang dengan ibunya.
    b. Mbak Susi mencari Nur.
    c. Nur dipanggil oleh ibunya.
    d. Nur mengembalikan uang kuliah lagi kembali ke dalam lipatan sela-sela bukunya.
    e. Nur keluar dari kamarnya menuju Mbak Susi.
7. Nur datang di tempat kerja Adul dan Robin.
    a. Adul menanyakan kepada Nur kenapa tidak kuliah?
    b. Nur menjawab libur dalam rangka suka-suka dia.
    c. Nur meminta kepada Adul untuk mulai hari itu dia bantu-bantu di warnet.
    d. Robin menjelaskan kepada Nur bahwa tempat itu bukan miliknya, dia hanya jongos di situ.
    e. Nur meminta dengan sangat untuk dipertemukan dengan bosnya, agar dia diijinkan kerja di warnet itu.
8. Sekar seperti biasa menyelesaikan laundry titipan orang di rumah.
    a. Mesin cuci sekar tiba-tiba mati.
    b. Sekar merasa gelisah.
9. Nur membuka internet untuk mencari-cari lowongan kerja di tempat Adul dan Robin.
    a. Seorang laki-laki mencoba merampok.
    b. perampok itu menyuruh Robin menyerahkan semua uangnya.
    c. Nur nencoba menggertaknya tapi perampok itu secara reflek menodongkan pisaunya ke arah Nur.
    d. Perampok itu lari.
    e. Nur mencoba menangkap perampok itu.
    f. Perampok memukul Nur mengenai tepat pipi kirinya.
    g. Perampok itu lepas.
    h. Warga kampung ikut mengejar.
    i. Nur mencari jalan pintas.
    j. Perampok tertangkap oleh Nur dan warga kampung.
    k. Ibunya marah ketika tahu Nur tidak kuliah tetapi malah maen sama Adul dan Robin.
     l. Ibunya menanyakan pada Nur berapa kali bolos kuliah.
     m. Nur menjawab satu kali.
     n. Ibunya merasa kecewa karena dibohongi Nur.
10. Sekar ibunya mencuci di depan rumah.
     a. Nur keluar melihat ibunya mencuci dengan tangan.
     b. Nur masuk ke dalam memeriksa mesin cucinya yang ternyata rusak.
     c. Nur pergi ke ruang tengah.
     d. Nur melihat-lihat sebuah buku masa kecil ibunya.
     e. Dalam buku itu terlihat gambar istana.
11. Di warung Pak madrim, terlihat Dian sedang mempresentasikan bisnisnya kepada Pak Madrim.
     a. Buyung datang mengantarkan es pesanan Dian.
     b. Nur datang.
     c. Pak Madrim memanggil Nur.
     d. Nur mendekat.
     e. Pak Madrim menanyakan keadaan emaknya.
     f. Nur menjawab, “baik-baik saja.”
     g. Pak Madrim meminta Nur berkenalan dengan Dian yang ada di hadapannya.
     h. Diam dengan senyum mengulurkan tangan.
     i. Nur membalas dengan muka dingin.
     j. Pak Madrim menjelaskan kepada Nur bahwa dia sedang memperkenalkan network-marketing.
     k. Nur dengan sigap mengatakan, ”MLM?”
     l. Dian mengiyakan.
     m. Dian berkata kepada Nur, “kebetulan ada kamu, saya akan ulangi penjelasan tadi.”
     n. Nur menjawab masih dengan sikap yang dingin, “ gak usah!gak usah!”
     o. Dian kembali melanjutkan penjelasannya.
     p. Nur meminta ijin pada keduanya untuk pergi ke depan warung.
     q. Nur meminta maaf kepada Dian, “kapan-kapan aja ndengernya.
     r. Nur pergi.
     s. Dian meminta pada Nur, “panggil Dian aja, jangan pakai mas!”
12. Nur duduk termenung di dekat warung Pak Madrim.
     a. Dian menghampiri.
     b. Nur bertanya, “udahan di dalem?” dengan suara agak kasar.
     c. Dian menjawab, “udah.”
     d. Nur bertanya, “trus ngapain di sini?”
     e. Dian menjawab, “emangnya ga boleh duduk sini!”
     f. Nur membolehkan, “asalkan jangan berisik!”
     g. Dian menghujani beberapa pertanyaan.
     h. Nur dengan tegas mengatakan, “kan saya udah bilang jangan berisik.”
     i. Dian meminta, “kalo besok ada waktu, bisa ketemu?”
     j. Nur mengelak dan marah-marah.
     k. Dian mengatakan, “kemaren katanya kamu mau cari kerja?”
     l. Nur menjawab, “ya iya, tapi yang pasti-pasti aja.”
     m. Dian menegaskan, “semua pekerjaan kalo dikerjakan dengan baik, hasilnya pasti kok.
     n. Nur bergegas untuk pergi dari situ.
     o. Dian berkata, “ kamu ga mau ngrubah hidup kamu Nur?”
     p. Nur langsung pergi tanpa menghiraukan Dian.
13. Nur sampai di rumah dengan lesu.
     a. Nur melihat ibunya berbaring di kamar.
     b. Ibunya terlihat habis sedang kerokan.
14. Nur duduk termangu dalam kereta.
     a. Matahari terlihat semakin ke tengah.
15. Nur tiba di warnet tempat kerja Adul dan Robin lagi.
     a. Nur menceritakan tentang MLM kepada Adul dan Robin.
     b. Robin kaget, “ngapaen sih Nur lu ikut gituan?”
     c. Nur menjawab, “yee, sapa yang ikut, orang gue crita.”
     d. Pak Fuad pemilik warnet datang.
     e. Pak Fuad mengecek warnetnya, “ga da yang hilang kan?”
     f. Robin dan Adul menjawab, “ga ada pak.”
     g. Pak Fuad terpana melihat sosok Nur.
     h. Robin mengenalkan Nur pada Pak Fuad.
     i. Adul menjelaskan pada Pak fuad, Nur mau kerja di sini sambil kuliah.
     j. Pak Fuad berkata, “Di tempat ini kn udah ada Adul ma Robin Nur, masak iye ente mau kerja di sini juga.”
     k. Nur terlihat sedih menundukkan kepala.
     m. Pak Fuad dengan senyum merayu berkata lagi, “yaudah, jangan sedih gitu donk Nur, nanti ane kabarin yah. Siapa tau di tempat lain masih bisa. Kan bisnis ane ga cumin di sini.”
     n. Pak Fuad lalu pergi.
     o. Pak Fuad mengingatkan pada Adul dan Robin agar lebih berhati-hati supaya tidak kerampokan lagi.
16. Susi di rumah Sekar tampak keheranan melihat cucian laundry nya menumpuk.
     a. Sekar menjawab dengan tenang, “udah biasa kok Sus.”
     b. Susi menyarankan untuk membeli mesin cuci baru.
     c. Sekar hanya tersenyum.
     d. Sekar tampak memegangi kepalanya yang sakit.
     e. Susi menawarkan untuk memijitnya.
     f. Sekar menjawab, “ga usah, mungkin kecapekan aja.”
     g. Susi menyarankan untuk pergi ke dokter.
17. Nur ketemu Dian di jalan dekat kampungnya.
     a. Dian menyapa, “halo Nur, pa kabar?”
     b. nur menjawab, “baik.”
     c. Nur bertanya, “kok di sini?”
     d. Dian menjawab, “tu rumahku di situ.”
     e. Nur bertanya, “mau jualan?”
     f. Dian diam sejenak.
     g. Dian menjawab, ohh,iyah.”
     h. Nur pergi sambil mengucapkan, “muga-muga dagangannya laku.”
     i. Dian senyum mengangguk-angguk.
18. Nur membuka laci kamarnya.
     a. Nur membuka-buka ijazahnya.
19. Nur pergi ke tempat fotocopy.
     a. Nur meng-copy ijazahnya.
     b. Nur bermaksud ingin melamar kerja.
20. Nur pergi ke rumah Dian.
     a. Nur menanyakan kepada ibunya, “Dian ada buk?”
     b. Ibunya menjawab, “Dian belum pulang Nur,tadi sore sempet pulang. Trus pergi lagi.
     c. Dian datang, “ada kok.”
     d. Dian bertanya, ada apa Nur?”
     e. Nur menjawab, gue mau bikin surat lamaran kerja tapi masih bingung.
     f. Dian menyuruh masuk karena komputernya di dalam.
     g. Nur mulai mengetik.
     h. Ibunya Dian membawakan minuman.
     i. Dian menyiapkan kertas print.
21. Nur selesai mengetik.
     a. Nur duduk di kursi depan.
     b. Dian datang menemani.
     c. Dian membuka percakapan.
     d. Dian bermaksud menjelaskan bisnisnya.
     e. Nur kali ini mengiyakan, “ok deh. Itung-itung rasa ucapan trima kasih gue.”
     f. Dian bertanya kepada Nur, “apa impian kamu Nur?”
     g. Nur menjawab, “akuuu….. (diam sejenak), aku pengen bahagiain ibu.”
     h. Dian selesai menjelaskan.
     i. Dian berpesan, “inget Nur, modal awal kamu adalah impian kamu.”
22. Nur mulai membuat dream book.
     a. Nur menempel-nempel barang-barang yang dia inginkan. Termasuk foto emaknya tersenyum di situ.
     b. Nur menjelaskan pada Pak Madrim.
     c. Istri Pak Madrim tidak mengijinkan suaminya ikut begituan.
23. Nur mempelajari cara memulai bisnis itu.
     a. Nur membuka-buka Stater pack.
     b. Nur mempelajari bagian cara menelepon orang.
24. Nur membuat daftar nama.
     a. Nur melingkari siapa orang yang akan di prospeknya.
25. Nur mulai menelepon.
     a. Teman Nur langsung menutup teleponnya.
     b. Nur kembali mempelajari bukunya.
     c. Nur menelepon lagi.
     d. Semua orang di telepon menolaknya.
26. Robin menjelaskan bisnis barunya kepada Nur.
     a. Nur menyangkal, “ahh, itu mah money game.”
     b. Nur menjelaskan bahwa money game itulah yang dilarang.
27. Sekar menjemur laundry-annya.
     a. Sekar terlihat kesakitan memegangi kepalanya.
     b. Sekar jatuh pingsan.
28. Susi datang mencari Sekar.
     a. Susi melihat Sekar jatuh di lantai.
     b. Susi meminta tolong.
29. Nur sedang mengadakan presentasi kecil-kecilan.
     a. Nur mengumpulkan beberapa temannya untuk dijelaskan.
30. Pak Madrim kebingungan mencari Nur.
     a. Pak Madrim meminta nomor kampusnya pada buyung.
     b. Dian datang.
     c. Dian bermaksud ingin menyusul Nur ke kampusnya.
     d. Susi mencoba menenangkan Sekar di kamar.
31. Nur selesai menjelaskan bisnisnya.
     a. Semua temannya menertawakan Nur.
     b. Salah satu temannya mengatakan, “amit-amit nur, mending gue jadi gigolo.”
32. Dian memberitahukan kepada Pak Madrim bahwa Nur tidak ada di kampusnya.
      a. Nur datang di malam hari.
      b. Mbak Susi mencoba menjelaskan kejadiannya kepada Nur.
      c. Nur lari menuju kamar ibunya.
      d. Nur terkejut di kamar ibunya.
33. Nur bercakap dengan Dian di luar.
      a. Nur mengatakan, “dokter puskesmas menyarankan agar Sekar ibunya dibawa ke rumah sakit.
      b. Dian menawarkan akan meminjaminya uang untuk nanti bayaran rumah sakit.
      c. Nur bertanya, “duit dari mana lo?”
      d. Dian menjawab, “bonus dari Grand Vision.”
      e. Nur menceritakan semua yang dilakukannya siang tadi.
      f. Dian mencoba menyemangati Nur
      g. Dian beranjak pergi, “serah kamu deh Nur, gue Cuma mastiin elo baik-baik aja.
34. Nur pergi ke rumah Mbak Susi.
      a. Nur meminta Mbak Susi untuk mencarikannya kerja.
      b. Mbak Susi berkata, “nanti aku cariin deh Nur.”
35. Sekar teringat saat bertengkar dengan suaminya.
      a. Sekar terlihat sedih.
      b. Nur memeluk ibunya dari belakang.
36. Seorang tetangga memarahi ibunya.
      a. Nur keluar memarahi tetangganya.
      b. Nur berjanji akan menyelesaikan laundry nya siang nanti.
37. Sekar dari dalam rumah memandangi nur yang sedang mencuci.
      a. Sekar menangis.
      b. Sekar kembali teringat kejadian masa kecilnya.
38. Nur mengantarkan cuciannya.
      a. Nur menerima uang.
39. Nur melihat ibunya pingsan dengan mata terbuka.
40. Nur menunggu ibunya di rumah sakit.
      a. Dian datang.
      b. Nur menceritakan, “ada tumor otak di kepala ibu. Ia harus segera di operasi.
      c. Nur sangat sedih.
      d. Nur memberikan kalung bernamanya kepada Dian sebagai jaminan.
41. Nur di rumah mengemasi pakaian ibunya.
      a. Nur melihat gambar istana tertempel di cermin.
      b. Nur bertemu Susi di luar rumah.
      c. Susi memberitahukan bahwa ada pekerjaan di tempatnya.
42. Nur menceritakan hal itu kepada Dian.
      a. Dian tidak menyetujuinya.
      b. Nur marah-marah.
      c. Dian mengatakan, “gue cumin pilihin yang terbaik buat elo,Nur. Karna gue sayang kamu.
43. Nur mulai kerja di bar.
      a. Nur di kenalkan dengan Om Burhan.
      b. Nur menjadi pelayan.
44. Nur menawari bisnisnya kepada Om Burhan.
      a. Nur ditertawai oleh Om Burhan.
45. Nur menjelaskan bisnisnya pada Mbak Susi.
      a. Mbak Susi tidak menggubrisnya.
46. Nur memprersentasi teman-temannya di bar.
      a. Teman-temannya bilang, “ahh, ribet.”
47. Sekar terlihat hidungnya mengeluarkan darah.
48. Nur datang mencari ruangan ibunya.
      a. Nur menangis tersedu-sedu tanpa suara ketika ditanya ibunya kuliah jam berapa?
49. Nur hujan-hujan berlari ke rumah Dian.
      a. Ayahnya mengatakan, “Dian belum pulang.”
50. Nur pergi menemui Pak Madrim.
      a. Pak Madrim tidak ada di rumah, pergi kondangan ke Bogor.
      b. Nur mencoba meminjam uang kepada Buyung.
      c. Buyng tidak punya duit sepeser pun.
51. Nur di jalan ketemu dengan Mbak Susi.
      a. Nur meminjam Duit kepada Mbak Susi.
      b. Mbak Susi mengatakan, “ga ada, Nur kalo duit segedhe itu.”
52. Nur pergi ke rumah Adul.
      a. Nur meminta alamat Pak Fuad kepada Adul.
      b. Adul mengingatkan, “Nur, Pak Fuad kalo ngasih pinjaman ga tanggung-tanggung ngasih bunga Nur.
      c. Nur tidak memperdulikannya.
53. Nur mendatangi rumah Pak Fuad.
      a. Pak Fuad membukakan pintu.
54. Nur pulang dalam keadaan loyo.
55. Ibunya di rumah sakit sedang di gunduli rambutnya.
      a. Nur di dekatnya memandangi dengan senyum.
      b. Ibunya dibawa dengan kereta dorong menuju ruang operasi.
      c. Nur menciumnya ketika mau operasi.
56. Dian bertanya pada Nur, “Maaf Nur, kamu dapet uang dari mana?”
      a. Nur hanya menjawab, “adalah.”
57. Nur mencoba melakukan presentasi kembali.
      b. Dian di sampingnya membantu menjelaskan.
58. Nur mempresentasi tetangganya.
      a. tetangganya malah masuk rumah meninggalkannya.
59. Nur lewat di gang kampungnya.
      a. Seorang tetangga meledeknya, “loh Nur, kok jalan kaki, mana BMW-nya?”
      b. Semua tetangga menyingkir ketika Nur lewat.
      c. Nur tidak mengiraukan.
60. Nur mengecek biaya rumah sakit.
61. Nur mendatangi Pak Fuad lagi.
      a. Nur bermaksud meminjam uang lagi.
62. Nur pulang ke rumah.
      a. Terlihat Dian duduk menunggunya.
      b. Nur bertanya, “ngapain sih subuh-subuh ke sini?”
      c. Dian menjawab, “ku kangen sama kamu.”
      d. Dian bermaksud mengajak Nur untuk hadir pada pertemuan akbar Grand Vision.
63. Acara tahunan Grand Vision dimulai.
      a. Semua yang hadir tampak antusias sekali.
      b. Di acara itu di umumkan siapa saja yang dapat reward tahun ini.
      c. Nama Dian di panggil.
      d. Dian maju ke panggung.
      e. Dian mendapatkan reward sebuah mobil mewah.
64. Nur melakukan presentasi lagi dengan lebih bersemangat.
65. Nur lewat depan warung Pak Madrim.
      a. Pak Madrim beserta istrinya ingin bergabung dalam bisnis itu.
      b. Buyung pun tidak kalah dengan Pak Madrim, dia juga mau ikut.
66. Nur di jalan bertemu dengan Robin.
      a. Robin ingin bergabung dengan bisnis Nur.
67. Nur mengecek saldo tabungannya di bank.
      a. Nur terlihat senyum karena uangnya bertambah banyak.
68. Nur mengatakan pada Om Burhan bahwa dia mau keluar dari kerjaannya itu.
      a. Om Burhan memberinya gaji terakhir.
69. Nur membawa ibunya ke rumah kontrakan baru.
      a. Ibunya keheranan.
      b. Nur mencoba menjelaskan kepada ibunya.
      c. Ibunya melihat sebuah mesin cuci baru.
      d. Ibunya tampak senang sekali.
70. Nur di depan rumah menunggu para tamunya.
      a. Pak Madrim menelepon.
      b. Pak Madrim memberitahukan bahwa omzet kita hancur gara-gara Robin.
71. Nur menelepon Dian.
      a. Nur tiba di tempat Dian.
      b. Nur melihat Dian sedang bersama dengan perempuan.
      c. Nur marah dan meninggalkan Dian.
72. Nur mendatangi Robin.
      a. Nur memaki-maki Robin.
      b. Adul datang memisah.
73. Nur di dalam bus termenung.
      a. Dian menelepon.
      b. Nur tidak mengangkatnya.
      c. Nur membuang semua buku-bukunya tentang Grand Vision.
74. Nur terbangun dari tidurnya.
      a. Nur mencegah ibunya untuk tidak mencuci.
      b. Ibunya tetap bersikeras.
      c. Nur menceritakan semua pada ibunya kalau ia sedang cuti kuliah.
      d. Ibunya sangat kecewa sekali.
75. Nur mendatangi rumah Pak Fuad.
      a. Mak Susi mengikutinya.
      b. Nur menjelaskan kepada Pak Fuad bahwa dia belum bisa membayarnya.
      c. Pak Fuad berkata, “ya sudah, Nur. Lain kali kan ga pa pa.”
      d. Pak Fuad mendekat pada Nur.
      e. Pak Fuad mengelus-elus rambut Nur.
      f. Pak Fuad akan memperkosanya.
      g. Mbak Susi mengintip dari jendela.
      h. Mbak Susi meminta tolong.
      i. Pak Fuad dipukuli warga kampong.
76. Nur terlihat putus asa sekali.
      a. Mbak Susi mencoba member saran.
77. Dian datang ke tempat Pak Madrim.
      a. Pak Madrim menjelaskan semua persoalan Nur.
78. Dian duduk sambil memegangi kunci mobil barunya.
      a. Dian menemukan buku-buku Grand Vision milik Nur di bawa oleh tukang sampah.
79. Dian datang menemui Nur.
       a. Nur tidak ada di rumah.
80. Dian menemukan Nur di halte.
      a. Nur malah lari.
      b. Dian mengejarnya.
      c. Nur tampak marah-marah.
      d. Nur menyuruh Dian pergi.
      e. Dian mencoba mendinginkan suasana.
      f. Nur terhanyut olehnya.
      g. Dian memeluknya.
81. Dian mengajak Nur dan Marisa mendatangi rumah Pak Andre.
      a. Pak Andre member masukan pada Nur dan Marisa.
      b. Nur terlihat lebih bersemangat lagi.
82. Dian berduaan dengan Nur di tangga.
      a. Dian mencoba member semangat pada Nur.
      b. Dian mengembalikan buku Grand Vision milik Nur yang ia temukan.
      c. Nur mencium pipi Dian berulang kali.
83. Nur melakukan presentasi kembali.
      a. Jaringan Nur bertambah luas.
84. Acara tahunan penerimaan reward tiba.
      a. Satu per satu nama penerima reward di panggil.
      b. Nama Nur di panggil terakhir.
      c. Nur muncul ke panggung.
      d. Nur diminta memberikan sedikit pidato untuk membakar semangat para hadirin.
85. Nur membawa ibunya ke istana megah rumah barunya.
      a. Ibunya tampak kaget.
      b. Nur membawa masuk ibunya bersama dengan Dian.


[1] Transformasi adalah perubahan satu genre sastra ke bentuk-bentuk lain, seperti bentuk puisi ke prosa atau sebaliknya, terjemahan, saduran, paraphrase, edisi baru (cetak ulang), dan lain sebagainya. Untuk selanjutnya, istilah transformasi ini diganti dengan adaptasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar